Kumpulan puisi Idris Wahid

Puisi-puisi Idris Wahid

Sajak Para Malaikat

Puisi yang belum selesai, kini membangunkan aku dari mimpi hidup,
ia menemui malaikat Rahman agar segera menancapkan kembali kesadaranku,
ia menghadap malaikat Rahim agar bergegas mengadzaniku.
Ia bentak-bentak para pengawal ruang sadarku, ia  maki-maki para ksatria jiwaku.
seakan ia tak rela jika tinta ini habis sebelum masanya, ia tak mengijinkan kertas ini sobek
sebelum liurku mengendap atas namanya.
Tetapi ia tak murka, semurka maunya, tetapi ia tak menangis semiris keluhnya.
Silahkan Kekasih membongkar wajah kemalasyan ini,
Cobalah jebol pagar pembatas kesungguhan ini. Sampai ada lubang untuk aku biacara

Universitas TIM Cikini

Nyanyian Kenangan

Siapa sangka kalau kita sudah merdeka
Satu abad rasanya
Kebangkitan Nasional dikenang dilayar lebar
Namun siapa nyana
Jika sekedar tema seminar, workshop
Atau bahkan simposium kebangsaan

Siapa bilang negeri kita loyo,

Kebangkitan ultra nasional
Perayaan semangat juang
Selebrasi kaum TNI-POLRI
Bertumpah ruah di negeri ini

Siapa sangka air mata leluhur
Menjadi menu ice jus dan batagor
Disajikan lengkap pernak-pernik bangsawan
Berharap bisa nyapres tahun depan

Siapa bilang negeri ini hina,

Dengan latar kraton Jawa
Kepongahan sang begawan
Menjelma betebar roh-roh
Kemengahan singgasana

Siapa bilang negeri ini miskin,

Emang kalian tak ngerti
Kalau kita ini gemah ripah loh jinawi
Menjadi platform Indonesia sejati
Meskipun dalam mimpi

Bukit Bintang, Malaysia/2010

Jejak

Nasehat Untuk “terkasih”
Diayun ayun dengan cara apa lagi, agar kekasih sanggup menanti
Selendang iradzah itu menempel diranum wajah tanpa lelah,
Harus dengan cara apa lagi, agar kekasih sungguh terkasih.
Sementara ratusan, bahkan puluah ribu mata meminta jawab tanpa tanya
Memejamkan hati untuk meniadakan rasionalitasnya
Kekasih,
Kau jangan ikut mengumpat.
Sebab kata adalah jaminan pintu selamat
Kau jangan ikut berserak
Sebab  perceraian menyumbat rahmat yang sebentar lagi mampir
Kekasih,
Sudah sediakan saja tempayan cintamu untuk sarapan kita kelak
Akupun sudah rindu dengan pagi yang selalu kau temani
Ini bukan rayuan ataupun bualan lelaki masa kini,
Ini juga bukan permintaan, melainkan keharusan Adamiyah

PBNU, 2012

Berdirilah

Aku berlari diatas bara
yang terbuat dari fatwa dan sejarah
riuh angin fajar
mendesir embun dedaun Tuhan

Aku berendam di Pasir Sungai
Merindu pesakitan akal
Liur darah hidup menyelinap sepi
selalu kunanti dan kurengkuh sendiri

musola pbnu, 2012

Nihayah

aku bertutur pada rimba nihayahku
menyandarkan lelah usai pengembaraan
aku berjejal disemak persemayaman
sekadar mengumam senyum diperbatasan

Nyanyian Sebrang

sudah sampai waktunya
cendawan madu mengulurkan layurnya
berbatas resah diatap basah

Indahnya Kerudung

Kerudung yang kubawakan untukmu, Sayangku
Masih hafalkah warnanya
Sarung sutra yang kau pinjamkan untukku, Sayangku
Masih kusimpan dalam kenangnya
Rukoh yang kau titipkan padaku, kekasihku
Masih tertata rapih sedia kala
Bahkan sesekali tetangga meminjamnya

Pada sore yang binar
Aku melihatmu telanjang bulat
Memakan senja seolah petang menjemput
Moleknya tubuh hawa

Semangat yang aku titipkanpadamu, Sayangku
Masihkah kau jaga untukku
Masihkah kau memimpi menjadi aku
Sudahlah sayangku bangun dari tidurmu

Perawan itu aku jaga
Melebihi perjakaku
Nafsumu aku bungkam
Dengan nafsu cita desaku

Bangkok, Thailand/ 2010

Sekolah Asal-Asalan

Bapak guru yang terhormat
Aku memang banyak tingkah
Tapi aslinya khidmat
Ajukan konsep perubahan
Berdalih investasi masa depan
Ujung-ujungnya sich bantuan finansial

Bapak guru yang tercinta
Program dan kebjikanmu numpuk
Berjejal menghiasi lantai marmer
Layaknya kantor kementerian

Ambisimu sibuk
Dengarkan khotbah para tetangga
Investor asing siap membeli gedung kita

Kualitas murid itu nomor dua
yang utama itu bantuan selalu ada
kualitas guru itu nomor tiga
yang penting itu status sekolahannya

Pasar Bugis, Singapure/2010

Pasrah

Aku hanya bisa
Jadi hinaan yang
Sederhana

Maka aku bertaut
Bersama fitnahnya

Memungkinkan
Atau tidaknya

Memang demikian adanya

Hat-Yai, Thailand 2010

Puisi Karena kau adalah jiwaku

Tak ingin berhenti.
Meski hujan terus saja basahi bumi.
Basahi hati.
Basahi cinta.
Basahi rasa.

Meski kau tertawa menatap kekuyupanku.
Kadang dlm gigil dan igauan.
Karena aku punya cinta.
Karena aku punya jiwa.
Karena aku punya hati.

Kita semua masih meraba dan selalu tak merasa yakin.
Matahari memberi kehidupan.
Malampun juga memberi kehidupan.
Panas dan dingin.
Terik dan hujan.
Tangis dan tawa.
Bahkan sikecoa itupun juga .
Atau jadah yg kau anggap paling hina.

Tidak...
Tidak...
Semua ada gunanya.
Meskipun nyamuk.

Puisi akan terus bergulir dimana kumau dan tak kumau.
Dalam diam dan gulita.
Dalam sepi dan nyata.
Rimanya tetap sama indahnya.
Seperti dirimu adanya.

Novel Oryzaee Kun Fayakun Cinta.

Kunfayakun Cinta
Karya oryzaee


Ku buka sedikit demi sedikit mataku yang masih terasa sangat berat untuk ku buka, rasa kantuk yang begitu membuat selimut enggan meninggalkanku. Terdengar sayup-sayup kumandang adzan subuh yang membuatku harus bangun,
" Ecca! Ayo bangun ... kita subuhan..."
suara yang khas terdengar, ya begitulah cara ayah membangunkankku.
" ya "
Dengan nada lirih aku menjawab dan berjalan dengan lesu menahan kantuk. Segera ku ambil air wudzu, ku sentuh air wudzu dengan membaca ayat-ayat niat untuk berwudzu, ku basuh muka yang terasa segar dan menghilangkan rasa kantukku.
Jam 06.30 yang artinya aku harus segera berangkat ke kampus untuk masuk jam pertama yang paling menyebalkan, karena harus berangkat pagi artinya aku harus berdesak-desakkan di bus.
Ya, bus. Walaupun jika dilihat dari segi materi alhamdulillah aku tidak kekurangan. Seringkali orangtua menginginkan untuk mengantar bahkan membelikan kendaraan pribadi untuk keperluanku, tapi sering kali juga aku tolak dengan alasan yang simple karena takut jika aku punya kendaraan sendiri pasti aku akan jarang ada dirumah karena sibuk menjelajah.
Dan alasan kedua aku paling anti untuk di antar kekampus because mereka mengantar pake mobil yang paling membuatku tak mau teman- temanku tau, karena aku nggak mau mereka berteman denganku karna aku ini anak siapa, berpangkat apa. Yang aku mau mereka tulus berteman denganku karena pribadiku dan tulus itu yang paling penting.
Yapz dan dugaanku benar ku setop bus dan aku dapat posisi yang paling mengerikan tepat berada di ambang pintu karna sesak dengan penumpang, maklum jam sepagi ini waktunya orang beraktifitas berangkat kerja, sekolah , ngampus sepertiku, dll.
Dengan supir bus yang ugal-ugalan yang saling kejar mengejar bus lain untuk saingan setoran, banyak celotehan yang keluar dari mulut penumpang bus, " ati-ati to pak-pak...wong bawa manusia banyak yang punya nyawa" suara ibu-ibu yang sudah lansia.
" ojo oyak-oyaan to pir-pir, alon-alon wong rejeki yo wes ono seng ngator(jangan kejar-kejaran donk supir, pelan-pelan rejeki sudah ada yang mengaturnya)" suara penumpang lain.
Aku hanya terdiam dengan seerat mungkin berpegangan dengan wajah yang tegang dengan terus berucap di dalam hatiku
"ya Allah mudahkan dan lindungi aku".
Akhirnya aku sampai dengan selamat di kampus. Kampus masih sepi karna memang masih terlalu pagi, hanya ada beberapa kendaraan yang sudah terparkir dan beberapa orang yang mondar mandir di kampus.
Sambil menikmati suasana pagi dan kampus yang masih sepi belum terkotori dengan polusi, aku berjalan perlahan menuju kelas yang berada di lantai dua kampusku dan itu kelas favoritku karena di sana aku bisa melihat pemandangan hijau desa-desa dan laut yang indah, ya karna kampusku berada di dataran tinggi dan daerahnya dekat dengan daerah pesisir.
Kupandangi sekeliling yang begitu indah dengan kesejukan angin pagi yang menembus masuk sampai ketulang-tulang ku. Dalam hati aku bicara " subhanallah, maha besar allah yang begitu hebat dan baik hati menciptakan begitu indah alam ciptaannya ini khusus untuk hamba- hambanya" .
"Eccaaaaa!"
Suara yang mengejutkanku, ya suara dua teman dekatku Devi dan Deva. Si kembar siam beda bapak beda ibu. Dijuluki kembar cuma karna kesamaan nama mereka yang di awali dengan huruf " D" dan di tengah huruf "V". Punya hoby yang sama suka Gosip dan Kepo dengan urusan orang lain, termasuk tentang aku. Kecuali satu yang membedakan mereka, yaitu postur tubuh mereka. Kalo Devi tinggi dan ramping, samalah kaya aku bobot badannya juga sama. Tapi kalo Deva paling gendut diantara kami, secara hobynya makan nggak bisa diatur.
"pagi-pagi udah ngalamun, mending kantin yuk... laper ni belum sarapan" kata Devi dengan logat khas jawanya masih kentel.
" Dasar si Vi jam segini kantin belum buka kalik, lagian benar lagi paling dosen masuk... ntar aj deh abis jam ini" ucap Deva yang sama dengan fikiranku.
Waktu berjalan, kampus mulai ramai dan kelas-kelas mulai terisi diskusi- diskusi dosen yang cukup membuat beberapa orang merasa tegang bahkan mengantuk.
Setelah jam kuliah pertam selesai, aku Devi dan Deva keluar dan menuruti kemauan Devi yang tertunda tadi pagi untuk makan.
"aku duduk di sini... kalian pesen makan dulu, aku udah makan...minum aja ya teh anget"
"ok! yonya" ledek Deva, berjalan kearah ibu kantin "
rames dua, teh anget tiga ya bu di meja sana" ucap Deva sambil menunjuk arah meja yang kami tempati.
"ya nduk" jawab ibu kantin.
"hari ini kita full ya, ach padahal aku mau nonton sepak bola turnamen antar fakultas, sambil cuci mata...hahaha" ucap Devi sambil cengengesan.
"kamu mau cucimata, perlu tak bawain sabun biar bersih...hhh" kata Deva, aku hanya tersenyum mendengar celotehan mereka yang mulai berdebat kecil.
"kayaknya nggak perlu cucimata nanti deh... sekarang juga udah bening ni mata"
kata Devi, yang tiba-tiba berpaling pandangan ke arah belakangku. Dengan serentak aku dan Deva menengok ke belakang mengikuti arah pandang Devi dan melihat seorang pemuda yang tampan, rapi, santun dan senyumnya khasnya. Ya dia kak Fikri senior kami dan idola kami juga, tapi cuma Devi dan Deva yang begitu menggilainya.
"hemmm.... subhanallah senyumnya nembus sampe hati, ke jantung, ke perut ..." kata Devi dan Deva saut-sautan "kalian terpesona apa laper" jawab ku, memandangan mereka bingung.
"laper si....hahahah" kata Deva dibarengi dengan tawa buyar kami. Mereka mulai menyantap makanan mereka dan aku duduk di dekat meraka. Aku merasa ada yang memperhatikanku, berlahan aku menoleh kearah sosok itu dan benar kak Fikri yang duduk tak jauh dari tempat kami, hanya tersekat beberapa tempat duduk. Aku tersenyum reflek sambil mengangkukkan kepala mengisyaratkan salam. Dia membalas dengan senyum khasnya juga. Karena merasa malu aku langsung berpaling sambil meminum teh hangat pesananku.
" hah, perut kenyang hati pun senang" ucap Deva dengan senyum sumringahnya dan menepuk-nepuk perutnya. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan melihat gambar-gambar cepretanku di hp. Devi yang sibuk ngemil sambil memperhatikan Fikri yang tertangkap basah memandang ke arah kami " hey Ca, liat tu kak Fikri liatin kamu dari tadi"
"hem... sotoi mungkin dia lagi ngliatin kearah belang ku, keliatannya aja liatin aku, jangan ngaco dech" sangkal ku sambil tersenyum terpaksa dan sedikit gugup.
"ach... kamu ni nggak percayaan si, kayaknya kalo kamu sama dia cucok deh" tambah Devi
"yap cucok B.G.T" sahut Deva
"hust... gak usah ngarang dech, perpus yuk aku mau cari buku buat materi besok" ucapku untuk menghentikan hayalan mereka.
"ach, kamu ni Ca sampai kapan si mau jomblo... kesempatan cuma datang satu kali" kata devi .
"heh ngomong apa si, dasar ibu-ibu ... cepet bayar " putusku. Kami keluar kantin dengan diam-diam aku melihat kearah kak Fikri yang kebetulan sedang menghadap kearah kami dan melempar senyum padaku. Aku membalas senyumnya dengan cepat berpaling menyusul Deva dan Devi.
Ku pilah-pilah buku-buku di rak. Sementara Deva dan Devi asik dengan laptop mereka, dengan srius aku mencari buku yang ku cari tiba-tiba
" cari buku ini?! "
suara yang mengejutkanku hingga membuatku sedikit melonjak, segera ku balikkan badan dan ternyata kak Fikri yang berdiri tepat di belakangku dengan menyodorkan buku yang ku cari.
"hem" reflek krna kaget " i-iya...kok tau...makasi " gugup sambil menerima bukunya.
"ya tau... kebetulan hasil search kamu di komputer belum keluar dan kebetulan juga aku melihat buku ini masih di meja, mungkin ada yang baru membacanya" jelas kak Fikri dengan menebar senyumnya padaku.
"oow gitu, makasi kak kalo gitu aku kesana dulu ya" jawabku dengan menunjuk meja tempat duduk Deva dan Devi.
"oh, ok! Sama-sama" aku berjalan ke arah Deva dan Devi
"eee tunggu!" baru seperempat langkahku aku kembali membalikan badan ku kearah kak Fikri
"ya! Kenapa kak?"
"nggak, nanti ada seminar mengenai sistematika pembuatan karya tulis ilmiah dan kebetulan aku jadi panitianya kalau kamu dan teman-temanmu bersedia ikut kegiatannya untuk tambah - tambah referensi " dengan tersenyum berharap
"oh ya kak insyaallah ya, Makasi infonya" jawabku sambil tersenyum lembut.
"ok! See you" balas kak Fikri sambil tersenyum dan meninggalkan tempatnya berdiri tadi. Aku melanjutkan langkahku dan berfikir, kapan kak Fikri berjalan kearahku apa karna aku terlalu khusuk mencari buku sampai tak tau kalau ada orang diblakangku. Hem mungkin hanya kebetulan, aku berjalan sambil senyum-senyum tak jelas.
"hey! Ca, wah so sweet! Jadi ngiri ni ... hahahaha " sahut Deva dan Devi yang ternyata sedari tadi mereka memperhatikanku dengan kak Fikri dengan ekspresi muka mereka yang sok imut.
"hem. apaan si gak usah ngeres dech tadi cuma kebetulan aja"
"kebetulan kok sampe dua kali si" bantah Deva menggodaku.
" dua kali?... Kapan? kan baru ini " sangkalku penasaran sambil mengingat-ingat " dua kali dong, yang tadi di kantin diam-diam curi pandang ke arahmu dan yang kedua masak tiba-tiba dia ada saat kamu butuh bantuan, udah kaya jin aja... hahaha" tambah Devi mendukung Deva dan mereka saling cekikikan, membuatku memanyunkan mulutku.
"suuuutttt.... mohon tenang, jangan membuat kegaduhan di sini!" ketus petugas perpustakaan, yang sontak menghentikan acara cekikikan Deva dan Devi yang mulai clinguran mengganti ekspresi mereka.
"ach kalian... udah yok keluar... jam berapa ni? harus masuk kelas nanti telat". Sambil memasukkan buku ketasku dan beranjak berjalan mendahului Deva dan Devi.
"yuuukk, capcus.." tambah Deva mengikuti langkahku.
"ech Ca, tadi kak Fikri bilang apa?" Devi ternyata masih penasaran " mau tau aja?, apa mau tau banget?... hem" jawabkku sambil yengir meledek.
"ach, aku srius ca!" tambah Devi merengek.
"hehe... nggak dia Cuma bilang nanti ada seminar karya tulis ilmiah dan meminta kita untuk ikut, kalau bisa..." jawabku santai .
"bisa! Ayo berangkat sekarang" jawab Deva Devi serentak yang membuat ku bingung dan kaget memandangan mereka berdua bergantian. Yang menunjukkan wajah binar mereka.
"hey! Kalian kita kan ada kelas sekarang, nanti aja abis kelas kita selesai" jawab ku kesal dan meneruskan langkahku.
"hem, kalau nanti keburu habis acaranya Ca!" pinta Deva merengek sambil menarik-narik tangan kiriku.
"memang kenapa kalau selesai... kan masih ada acara lagi kapan-kapan gak harus sekarang kan?" jawabku santai.
"tapi, kalau besok-besok belum tentu kak Fikri ikutkan" bantah Devi. Yang membuatku terhenti dan berbalik memandang mereka.
"haduh, teman-temanku sayang, kalian mau ikut seminar untuk ketemu kak Fikri atau mengambil ilmunya?"
ketemu kak Fikri!"
serentak mereka menjawab keras sampai semua orang yang ada di sekitar kami memandangi kami. Yang membuatku terkejut dan melihat kesekeliling ku, ya Deva Devi sukses membuat kami dijadikan perhatian. Deva dan Devi menutup mulut mereka dengan tangan masing-masing, aku memandanng mereka tersenyum heran kepada mereka sambil berjalan meninggalkan mereka.
"Ca tunggu, kamu si Va keras- keras"
"yee, kok aku si kamu juga kan iya" mereka berdepat saling menyalahkan.
Aku hanya tersenyum melihat mereka saling menyangkal. Aku keluar kelas dan tiba-tiba Deva dan Devi menarik tangan kanan dan kiriku berlari menuruni tangga.
"hey!... kalian kenapa si? Mau kemana? Pelen-pelan donk!" pintaku dengan ekspresi heran yang mereka sambut dengan senyum santai mereka.
"udah ayo ikut keburu telat!"
"hem untung belum selesai, ayo duduk!" pinta Devi menarikku duduk di tengah mereka berdua.
Aku masi keheranan melihat Deva dan Devi bergantian, yang ternyata membawaku ke seminar yang di tawarkan kak Fikri "hem ... dasar modus kalian, bilang aja mau liat kak Fikri pake buru-buru.... pelan-pelan kan bisa" "suuuuuttttt!" serentak Deva Devi memotong omelanku menyuruhku diam tanpa menoleh kearahku.
"hem, subhanallah kak Fikri santunnya kalo ngomong, gaya bicaranya lembut"
Devi sambil menyanggah dagunya dengan tangan kanannya tanpa berkedip memandangi kak Fikri yang sedang memimpin diskusi.
"betah dech sampai besok di sini" tambah Deva dengan ekspresi yang sama. Aku tengak tengok sesekali melihat mereka dengan tersenyum heran, heran karna melihat mereka begitu terpesona dengan sosok kak Fikri. Memang tak bisa di sangkal sosok kak Fikri yang baik, tampan, soleh, sopan pula. Jadi wajar kalau banyak gadis-gadis mengidolakannya. Aku beranjak berdiri karna acara sudah selesai. Tapi Deva dan Devi masih melongo memandangi kak Fikri sambil senyum-senyum sendiri .
"hey! Plok! " ucapku sambil menepuk tanganku di hadapan mereka dan mengagetkan mereka.
"ahh...kamu Ca ganggu orang aja" jawab Devi dengan nada kesal dan melanjutkan posenya.
"hey kalian liat donk udah sepi acaranya udah selesai sayang....ayo pulang udah soreni" aku berjalan meninggalkan mereka dan mereka mengikutiku.
"Ca, kamu kenapa si?" tanya Deva
" kenpa? Kenapa apanya? " aku heran dengan pertanyaannya " ya, kenapa? Gak kayak cewek lain yang kalau di deketin kak Fikri tu gugup, terpesona, kagum, gak bisa ngomong... kamu malah biyasa aja... apa jangan-jangan..."
"jangan-jangan apa!" sautku memotong kalimat Devi. "jangan-jangan kamu gak suka sama cowok ya?"kata Devi yang mengagetkanku
"hey, kalian ni ngaco dech kalo aku gak suka cowok knapa aku nggak macarin kalian aja" jawabku santai, menaikan sebelah alisku menggoda mereka.
"hiiiii, Deva aja ni aku gak mau" ekspresi alay devi muncul
"hhh, nggak becanda, memang kak Fikri patut untuk di kagumi tapi bukan berarti harus terlalu mengaguminya, dan aku lebih mengagumi Allah karna dia yang menciptakan mahluk yang kalian kagumi itu ... ya nggak!"
"ya!... Bu Ustad" jawab serentak mereka
" yap! Anak pinter" di barengi dengan tawa lepas kami.
Sampai di komplek rumah, aku berhenti sebentar untuk duduk di tepi danau yang tak jauh dari rumahku. Untuk menikmati sepoy-sepoy angin sore dan melihat sang surya tenggelam. Aku pejamkan mataku, menghadapkan wajahku ke arah langit menikmati sejuknya angin meniup-niup tubuhku dengan membawa harumnya bunga-bunga dan aroma air yang khas. karena telalu lelap dalam pesona itu, sampai - sampai lupa waktu.
Ku lihat jam di tanganku ternyata sudah hampir jam lima sore. Aku segera bangun dan terhenti pandanganku melihat seseorang yang berada di sebrang danau, tepatnya di depanku. Laki-laki yang sedang asik dengan kameranya. Aku berbalik dan melangkah pulang.
"tok...tok...tok.... asalamualaikum"
"walaikum salam" suara ibuku, membukakan pintu dan ku raih tangannya kemudian ku cium punggng tangannya.
"cepat mandi, kita solat magrib bareng, setelah itu makan"
"ya, buk" jawabku sambil berjalan kekamar. Kuletakkan tasku kemudian mengambil handuk bergegas mandi. Beginilah keseharianku dengan keluargaku, selalu mewajibkan untuk solat berjamaah dan makan bersama. Setelah makan aku iseng-iseng membuka facebook untuk sekedar melihat-lihat updetan anak-anak. Ada pesan inbok dari kak Fikri yang baru saja di kirim " asalamualaikum Ca?"
"walaikumsalam kak"
"gimana tadi seminarnya paham?"
"insyaallah paham kak"
"alhamdulillah, Ca boleh minta no hp kamu? Buat kalau-kalau nanti ada info biar bisa bagi-bagi... hehehe" hal yang membuatku kaget dan senyum-senyum sendiri " hhh... iya kak, 089765554xx"
"ok! Makasi ya... udah malem tidur jangan malem-malem tidurnya gak baik buat kesehatan... ok see you ca!"
"hhh ya sma" kak, ok see you too!"
Hal yang masih membuatku bingung dan ada rasa bahagia, kak Fikri minta nomor hp ku. Hal yang mungkin didambakan kebanyakan wanita. Mungkin kalau Deva dan Devi yang mengalaminya bahagia mereka akan serasa dapat uang miliyaran rupiah dengan bahasa alay mereka. Karna sudah malam dan sudah mulai menguap aku memutuskan untuk tidur.
Sepertinya baru semenit aku menutup mata, tiba-tiba sudah subuh. Kebetulan hari ini aku libur jadi kuputuskan setelah solat subuh aku dan ayah pergi keluar untuk joging mengelilingi danau. Setengah perjalanan aku melihat laki-laki yang sepertinya kemarin juga aku melihatnya.
"asalamualaikum nak David!" sapa ayah yang membuatku terkejut dan reflek memandang ayah yang tersenyum kearah laki-laki itu.
"walaikumsalam om!... wah rajin joging ya om" jawab laki-laki itu dengan sopan.
"ya begitulah untuk menjaga tulang-tulang tua yang mau kropos ini...
hahaha" ucap ayah yang memancing tawa kami.
"oh iya nak David, kenalkan ini anak om Ecca" aku sambut menganggukkan kepala dan senyum kearahnya.
"oh, ya salam kenal... Eavid" mengulurkan tangannya dan kutrima dengan sambutan tangan dan senyum. "Ecca"
"oh ya, gimana udah dapet sample fotonya, gimana baguskan panorama di sini?" tanya ayahku dengan senyum membanggakan pendapatnya.
"ya, tentu sangat indah, tapi saya sedang mencari suasana damai seperti di persawahan dan kebun milik penduduk desa"
"benarkah, kebetulan di dekat sini ada area persawahan penduduk"
"wah benarkah, bisakah om mengantarkan saya"
"wah gimana ya, maaf nak David hari ini om nggak bisa, ada urusan yang mendesak, tapi kalu mau biar Ecca yang mengantar, gimana Ca?" tanya ayah yang membuyarkan lamunanku.
"hem" jawabku kaget " ya insyaallah yah"
"kok insyaallah, kamu kan libur dari pada bengong di rumah lebih baik jalan-jalan sambil menghirup udara segar luar"
"kalo tidak bisa tidak pa-pa om, mungkin lain kali bisa" jawab David
"tidak-tidak Ecca bisa kok, ya kan Ca?"
"eem, iya yah" jawabku sambil tersemyum ya waluapun agak terpaksa, sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu liburku dikamar seharian. Tapi tak apalah itung-itung nambah pahala.
"alhamdulillah" kata ayah, kami melanjutkan berkeliling danau sembari ayah mengobrol dengan David. Lelaki yang baru ku kenal itu, sosok pria dengan tubuh yang tinggi ramping, potongan rambut mandarin dengan kacamata yang membingkai kedua mata coklatnya, yang menurutku cukup sopan dan sepertinya baik. Aku berjalan di belakang mereka sambil melihat-lihat keindahan sekitar danau. Saking asik melihat pesona danau yang indah dan sayang untuk di tinggalkan, sampai aku tak melihat ada lubang di depanku.
"ya Allah! aww Ayah!" triakku sambil menahan sakit karna sepertinya kakiku terkilir
"ya Allah Ca! Kok bisa si ati-ati to nduk-nduk "Ayah mengangkatku, di bantu David yang memeriksa kakiku.
"aaww... ya Allah ..sakit-sakit!, jangan di sentuh dech" pintaku menghentikan sentuhan tangan David di kakiku.
"kamu kesleo, bentar ya tahan sedikit" aku hanya bisa mengangguk dengan ekspresi menahan sakitku, Davit mencoba memijat kakiku.
"sudah, mungkin kamu masih sulit berjalan pasti sakit" kata David
"ya sakit, tapi mudah-mudahan gak papa "
"aku tuntun sampai rumah ya?" terdengar saura dan raut wajah kawatir David, yang membuat ku sedikit tercengang dan kembali tersadar . menggelengkan kepalaku.
"oohh gak usah kan ada Ayah, makasi, maaf ya kayaknya nanti gak bisa nganterin kamu dech"
"oh, gak pa-pa lain kali kan bisa... ya kan om"
"ya donk pasti, ya sudah om pulang dulu kasian Ecca biar langsung di urus ibunya"
"ya om, ati-ati asalamualaikum"
"walaikumsalam" jawab Ayah sambil menuntunku pulang, dengan berlahan aku berjalan menahan rasa sakit hasil kesleo tadi.
"bu!... bu! ... tolong anakmu ini, keseleo dia"
"ya Allah nak kok bisa to" Ibu berlari kearahku dengan wajah kawatir. Membuatku tersenyum karna raut wajahnya lucu kalo kawatir hhh.
"sudah biar istirahat dulu di dalam beri minyak gosok kakinya biar nnggak bengkak buk" jawab Ayah menghentikan kekawatiran Ibu.
"iya pak!...ayo-ayo nduk... haduh-haduh kok bisa to nduk-nduk ada-ada aja kamu ini"
(((Eet...tahan dulu,sambungannya disebelah.nmr 2..)))

Novel Oryzaee Kun Fayakun Cinta

((( Sebelumnya ))) ((( sambungan 2 )))
"namanya juga musibah buk, ya bisa dong kan kunfayakun... hhh"
"kamu ini udah begini juga masih becanda, ayo ibu urut setelah itu istirahat" kata ibu dengan ekspresi paniknya dan aku menganggukan kepala dan senyumku.
Keesokan harinya aku absen ke kampus soalnya kesleoku masih terlalu sakit untuk digunakan berjalan. Deva Devi datang kerumah untuk melihat keadaanku. Dan yang membuatku kesal dengan mereka, bukannya menengokku dulu malah kedapur cari makanan. Begitulah mereka sudah ku anggap seperti saudara sendiri, orang tuaku juga sudah akrab dengan mereka.
"Ca! Kok bisa si sampe gitu... makanya kalo jalan jangan mikirin kak Fikri, jadi gitu kan"
"hey!... kamu tu ya Vi sotoi, siapa yang mikirin kak Fikri, kalau kamu mungkin iya .... hem" kata ku membantah dengan senyum dan menggelengkan kepala ku, melihat tingkah Devi.
"Ca, tadi kita ketemu kak Fikri Dia nanyain kamu" "ooh gitu " jawabku santai sambil meneruskan melihat majalahku.
"dia nanyain kamu" tambah Devi dengan nada yang sepertinya kesal.
"emm... " jawabku dengan ekspresi datar, ya mau gmana lagi memang hnya seperti itu.
"ach Ecca!... santai amat si jawabnya harusnyakan kamu kaget, gembira, seneng, loncat-loncat" jawab Deva dengan gaya alaynya sambil makan cupcake buatan ibuku.
"hhh... kenapa harus segitunya... itukan kalian... hhh, ya mungkin kebetulan aja tannya gitu, secara biasanya akukan bareng kalian... ya kan?"
"ya iya si tapikan, sorot matanya saat mengucap namamu tu seperti ada sesuatu yang tersimpan " dengan gaya ekspresi dramatis Devi.
"hemmm, mulai dech... dari pada ngomongin yang gak jelas temenin aku jalan yok, biyar kakiku nggak kaku biar besok bisa masuk, bosen dirumah..." pintaku dibarengi dengan uluran tangan Deva Devi yang siap mengawal dan menuntunku. Masih cukup sulit kakiku untuk berjalan sendiri. Kami keluar rumah menuju taman depan rumahku.
"hey! Masih sakit? Harusnya buat istirahat dulu" suara yang mengejutkan kami, serentak kami menoleh kearah suara itu. David yang ternyata tinggal tepat didepan rumahku, nggak tau dari kapan soalnya aku baru liat dia kemaren, mungkin karna aku kurang peka jadi gak tau juga.
"hey! Masih si, tapi harus di buat jalan biar cepet pulih kalau nggak gini...
kapan sembuhnya"
jawabku dengan ekspresi tersenyum, dan melihat Deva Devi yang melongo keheranan melihat David dan aku mengobrol.
"oh iya, kenalin ini Deva dan Devi temenku"ucapku membuyarkan lamunan mereka.
"oh hay! David" dengan menyalami tangan Deva dan Devi
"ok, kalo gitu aku mau keliling dulu cari-cari objek, ati-ati ya Ca cepet sembuh... daaa" melambaikan tangannya.
"ya, amin... ati-ati juga ya daa" balasku, David beranjak pergi dan aku meneruskan menggerakkan kakiku
"Ecca!! Gantengggggg B.G.T.., kamu kok nggak bilang si ada pangeran seganteng itu disini, tau gitu tiap hari aku kesini terus" ekspresi dan bahasa alay Deva Devi muncul.
"ihh, kalian tu nggak bisa liat orang bening dikit... aku aja baru kenal kemarin, itupun ayahku yang ngenalin... udah dech gak usah alay bantuin aku jalan ni" dengan ekspresi cemberut mereka menuntunku lagi, karna merasa cukup untuk hari ini kami kembali ke rumahku.
"Ca, pulang dulu ya, tante kita pulang ya... besok kesini lagi dech!"
"ya, ati-ati nak" jawab Ibu dari aarah dapur.
"Ca besok kita kesini lagi nggak usah sedih"
"siapa yang sedih... PD, alhamdulillah malah nggak ngabisin makanan lagi... hem" senyumku meledek mereka
"hhhhh tau aja,ok! Daaa Ca!"
"daaa!" kataku membalas lambaian mereka dan berjalan menjauh.
Tiba-tiba hp ku berdering, panggilan nomor yang tak ku kenal
"assalamualaikum, siapa ya?"
" waalaikumsalam! Ca, ini aku Fikri"
"oow, kak Fikri, ya adapa kak?"
"nggak, Cuma pengen tau keadaan kamu aja, katanya kamu sakit sampe nggak masuk tadi"
"eem, alhamdulillah udah mendingan kak, nggak sakit Cuma sedikit kesleo kemarin, tpi udah nggak pa-pa kok, pasti Deva Devi ya yang obral"
"hahaha... obral emang obat di obral, iya tadi kebetulan ketemu mereka, heran juga biyasanya kalian selalu bertiga kok tumben ilang satu" suaranya dengan nada ketawanya
"eem gitu, iya kebetulan belum bisa buat masuk, insya allah mungkin besok bisa"
"amin, tapi kalau memang belum pulih mending buat istirahat dulu aja, ya udah kok malah ganggu kamu ni istirahat gih biar cepet sembuh...
selamat malam Ca... aslamualaikum"
"iya kak, walaikum salam" kutup telfonnya dan entah mengapa aku senyum-senyum sendiri dan terbayang-bayang wajah kak Fikri, perhatian banget dia. ach tapi bukanlah, mungkin hanya karna baru sekali di telfon senior jadi gini rasanya. Aku berbaring dan memejamkan mataku.
Esoknya kakiku masih terasa nyeri, tapi hari ini ada ulangan jadi harus kekampus. Terpaksa aku menerima tawaran Ayah untuk mengantarku kekampus tapi baru setengah jalan mobilnya mogok. Takut telat aku mencoba mencari bus tapi nggak ada satupun bus lewat, aneh banget biasanya banyak banget kalo dibutuhin malah kosong hah menyebalkan. Tiba-tiba ada mobil Jeep biru yang setengah di modif berhenti di depan mobil kami, aku perhatikan sosok yang turun dari mobil ternyata David.
"mobilnya kenpa om?"
"nggak tau ni Vid, tiba-tiba mogok"
"mungkin bisa saya bantu om!"
" ya tentu, bisa kamu bantu om... tolong antarkan Ecca kekampus takut telat nanti, biar om panggil tukang bengkel untuk kesini"
"oow gitu, tapi om nggak pa-pa di sini sendiri"
" ya nggak pa-pa, udah sana Ca berangkat biar David yang antar keburu telat" pinta ayah tegas. Gimana lagi dari pada telat aku langsung setuju saja. Ku cium tangan Ayah dan beranjak berjalan menuju mobil David. Mungkin kasian melihatku sulit untuk berjalan menahan rasa sakit kaki ku, tiba-tiba David merangkul bahuku dan memengang tanganku, menuntunku masuk ke mobilnya. Aku yang kaget langsung melihat kearahnya dan dia membalas dengan senyumnya, dia membukakan pintu dan menyuruhku masuk dan apa ini tiba-tiba ada rasa berbeda di dadaku, ya Tuhan jantungku mulai tak beraturan dan wajahku mulai memanas.
"ma-makasi" ucapku terbatah-batah karna kaget campur gugup, dia tersenyum dan anggukan kepalanya.
Setelah beberapa menit di dalam mobil tampak sunyi tanpa suara, hanya suara mesin mobil yang terdengar menderu, akhirnya David memecah kesunyian ini.
" kuliah ambil jurusan apa Ca?"
"kebetulan aku ambil Seni"
"waw, orang Seni juga to" ledeknya
"hhh... ya bisa dibilang gitu, dari dulu suka gambar-gambar sampe sekarang jadi aku milih Seni "
"oow gitu, bagus dong aku bisa konsultasi masalah gambar-gambar desain ke kamu donk...heheh"
"emm ya... boleh juga, tapi aku pasang tarif ya..heheh"candakku
"hhh... sama tetangga masak pasang tarif" dengan tawanya
"hhh, oh ya sejak kapan kamu tinggal di dekat rumahku? ... aku baru liat kamu kemarin?"
"emm... sebenarnya udah lama aku di sana udah hampir dua minggu, masak si baru liat... aku sering liat kamu loo, berarti kamu kurang peka sama lingkungnmu sendiri sampe ada tetangga barupun nggak tau,,, hhh" ledeknya. Aku hanya bisa tersenyum malu, karna memang mungkin benar katanya aku kurang peka dengan lingkunganku sendiri, haduh betapa malunya aku seakan kartu AS ku sudah di bukanya.
"iya, kali ya... hhh, eh udah sampai ini kampusku"
"ok... boleh juga"
"ya udah, makasi ya Vid maaf jadi ngrepotin, aku masuk kampus ya" dengan mencoba membuka pintu mobil
"eh tunggu!" susar David mencegah, aku menoleh kearah David. Dia keluar mobil dan berlari kearah pintu mobil bagianku dan membukakan pintu untukku membantuku ku turun .
"aku anter sampai kelas kamu ya, kayaknya kamu masih sulit jalan sendiri"
"tapikan... kamu-"
"uadah deh nggak pa-pa" putusnya
" Ecca!" suara Deva Devi yang membuat kami serentak menoleh kearah meraka.
"hey! Kebetulan ada mereka jadi mendingan kamu langsung pulang aja, makasi ya Vid"
"oh iya kebetulan... ok kalo gitu aku pulang dulu, sama-sama baik-baik ya
Ca" dengan mengelus kepalaku, Ku balas dengan senyum heran dan terpesona karna baru kali ini ada yang mengelus kepalaku selain Ayah dan Ibu, dan lagi-lagi jantungku berdegup lebih kencang.
Deva Devi menghampiriku dan merangkulku kami berdiri menunggu mobil David pergi.
"cieeeee, punya Driver baru nih?" ledek Devi.
"ih apaan si, udah yok bantu aku jalan udah telat ni" kami beranjak menuju kelas.
"kantin yuk! laperni" aku hanya bisa tersenyum heran dengan ucapan Deva. Gitu deh dia paling jago kalo masalah makan.
"dasar, baru jam segini udah laper, kapan mau kurus tu badan?...heem" ledekku sambil senyum-senyum disambut dengan tawa lepas kami. Kami menuruti permintaan nyonya Deva kami jalan kekantin, walaupun mereka Alay, Lebay, Kepo, dan paling heboh, Tapi aku bersyukur punya sahabat sebaik dan seperhatian mereka, mereka yang slalu ada saat aku butuh,
saat aku sedih, saat bahagia, tempat aku berbagi. Mereka bagaikan keluarga atau bahkan lebih dari saudara kandung.
Kelas hari ini selesai, waktunya untuk pulang. Matahari juga udah mulai mau tidur, secara udah jam lima sore. Kelasku hari ini emang kebetulan full, cukuplah untuk menambah rasa lelahku selagi nyeri kaki ini belum hilang total.
"ok! Aku pulang ya tu ayah udah nunggu di depan, aku coba jalan sendiri aja ya biar nggak manja... hhh... makasi ya Va Vi"
"ok! Sami-sami nduk...ati-ati ya...daaa" sembari mereka tersenyum, kusambut juga dengan senyuman geli mendengar bahasa khas mereka keluar.
"daaa".
Saat mobil Ayah mulai melaju, Aku menengok kearah Deva Devi yang masih berdiri menungguku pergi.
Aku melihat kak Fikri menghampiri mereka dan melihat Deva Devi bercakap dengannya, sesekali menunjuk-nunjuk ke arah laju mobil Ayah. Aneh juga si tapi mungkin hanya prasangku saja.
Usai makan malam aku membaringkan tubuhku di kasur, walaupun nggak sehat abis makan langsung tidur, tapi tak apalah sesekali ini rasanya capek banget hari ini. HP ku berdering Devi yang menelfonku.
"asalamualaikum.... kenapa buk Devi?" candaku
" hhh... waalaikum salam... Ca tadi kamu di cariin kak Fikri... "
"heem!.... emang kenapa? " kaget ku,
"ya byasa aja kalik... nggak tau katanya si ada yang mau dia omongin...
Ca kayaknya dia mau..."
"mau apa?"potongku
"hhh mau nembak kamu kalik... soalnya akhir-akhir ini kayaknya dia sering nyariin kamu, tanya-tanya tentang kamu, dan diam-diam curi-curi pandang sama kamu... mungkin dia jatuh cinta pada mu...hhh"
"hust! Ngacok dech kalo ngomong... mungkin ada sesuatu yang lain yang mau dia omongin"
"lo siapa tau... emang kamu nggak ngrasa aneh ya, bisa dilihat kalik dari cara dia ngomong, mandang kamu dan bahasa tubuhnya juga... kamu tu nggak peka si"
"ya mugkin iya... aku juga ngrasa aneh si Vi, akhir-akhir ini kak Fikri tingkahnya aneh, tapi mungkin karna aku juniornya jadi mencoba buat deketin ngasi-ngasi info"
"ya tuhanku Ecca!... kamu tu kalo masalah mapel si ok! jagonya, tapi kalo masalah ginian, ya Allah oon B.G.T"
"ya terus aku harus gimana dong, aku juga nggak mau mikirin gituan dulu ach, kamu kan tau aku pengen fokus kuliah dulu aja, capek tau sekolah terus...emang kamu nggak capek?"
"ya... ok-ok aku setuju, tapi nggak ada salahnya kan sedikit kamu buka hati untuk cowok, lagian aku yakin masalah cowok nggak akan buat kamu down"
"ya kita lihat aja nanti nunggu kunfayakun dari Allah... bener nggak...hhh"
"ach kamu tu nggak bisa di ajak srius"
"hhh... ya kan biar nggak cepet tua... srius-srius nanti setres lo"
"Ca... ibuk masuk ya" suara ibu mengetuk pintu kamarku.
"eh udah dulu ya ada ibuk... daaa"
"ok... daaa".
"sini ibu urut kakimu biar nggak kaku" kusambut dengan senyum lembut ku
"nduk... tadi David kesini, nanyain kamu tapi pas kamu belum pulang"
"nanyain? emang kenapa bu?" tanyaku menujukkan ekspresi heran dan penasaran.
"katanya si mau ngajak kamu ke tempat neneknya"
"haaa... ngapain baru juga kenal... udah main ngajak-ngajak aja"
"aduh jangan suudzon gitu ach, dia tu mau ngjak kamu kesana karna kebetulan neneknya tukang urut siapa tau bisa bantu kamu... gitu, lagian ibu liat David baik kok jadi nggak mungkin dia macem-macem, ibu percaya sama dia walapun baru ibu kenal, tapi ibu merasa dia itu... ya baiklah.."
"eem gitu"
"tapi kalo kamu nggak mau ya nggak pa-pa" aku melihat ibu, sembari berfikir ada baiknya juga aku menrima tawaran itu, dari pada harus pake perban terus yang nggak jelas kapan bisa hilang ni nyeri kaki.
"eem... iya dech bu aku mau... tapi di temenin sama Deva Devi ya, masak cuma berdua sama David kan nggak enak"
"hem... alhamdulillah, iya mungkin itu lebih baik... kalo gitu ibu akan siapkan baju ganti kamu. karna mungkin harus nginep... soalnya rumah neneknya agak jauh dari sini tepatnya di daerah pegunungan "
"wahhh... enak ni bisa sambil liburan"
"ya... lagian udah lama kamu nggak liburan, ya sudah kamu hubungi Deva Devi, ibu akan memberi tahu David"
"ok bu" jawabku dengan senyum dan menyambut ciuman di keningku dari Ibu. Aku memberi kabar Deva Devi, dan jawabnya mereka nggak akan pernah nolak kalo masalah liburan.
Setelah subuh kami mulai perjalan di perjalanan kami berbincang- bincanng kesana kemari, walaupun baru kenal David bebrapa hari tapi kami cepat akrab seperti sudah lama kenal dan nyambung juga saat berbincang. Karena suasana jalan yang pemandangan dan aroma tumbuh-tumbuhan pemandangan kebun teh yang menyejukan, perjalanan yang begitu jauh. Aku tengok Deva Devi yang sukses dengan pose mereka siap membuat peta masing-masing (tidur). Sesekali aku melihat David yang fokus menyetir, sedangkan aku sibuk melihat sekeliling memanjakan mata melihat panorama yang sayang untuk dilewatkan.
"oh iya, apa kamu dulu juga tinggal di desa nenekmu Vid?" tanyaku memecah keheningan.
"eem... iya dulu waktu umur tujuh tahun sampe SMP aku tinggal sama nenek, soalnya orang tuaku lagi sibuk-sibuknya ngurusin usaha mereka jadi aku di titipin ke nenek"
"eem gitu... enak ya bisa tiap hari hirup udara sesegar ini"
"ya gitu dech... makanya kalo lagi kangen aku sering kesini itung-itung cari udara sehat yang gak kita dapet di kota"
"iya ya... kapan-kapan boleh dong ikut kesini lagi hhhh"
"boleh, tapi aku pasang tarif ya...hhh"
"hem, balas dendam ni critanya" di sambut dengan tawa kami.
Kalo dipikir-pikir David asik juga orangnya, walupun dilihat dari materi lebih dari cukup tapi tampilannya sederhana nggak neko-neko. Lucu juga si, ah apa si kok jadi mikirin dia.
"Ca... bangun udah sampe" pelan membuka mata, mungkin karna kecapean sampe nggak nyadar aku ketiduran. Saat ku buka lebar mataku, betapa terkagumnya aku saat melihat panorama gunung yang sanagat indah. Gungung dedepanku menjulang tinggi seakan bisa cepat kujangkau, suasana desa yang ramai dan penduduknya yang ramah. Kami berjalan menuju rumah kayu yang sederhana, rapi, dan lumayan luas. Nenek David menyambut kami di pelataran rumahnya. Beliau mengikatku dengan alrmarhum nenekku, dengan busana kebaya khas jawanya yang ia kenakan dengan sanggul rambutnya dan kelihatan sangat ramah sekali menyambut kami, mungkin usianya sekitar 80an.
"Alhamdulillah, wes tekan putu-putuku ayo-ayo ngger ndang mlebu, nenek udah buatin makanan kalian makan dulu pasti laperkan"
"iya nek, tapi David mandi dulu dech"
"oow ngono, yo wes rono-rono"
"Ca, kenapa kok bengong?"
"eem nggak, lagi mikir aja putu-putu apa si? bukannya makanan semacem kue kukus itu ya?" dengan polosnya aku tanya dan sontak membuat Deva, Devi dan David ketawa geli yang membuatku bingung memang ada yang aneh dengan pertanyaankku.
"ya ampyun Ecca!... jadi dari tadi kamu bengong tu karna nggak tau maksud ucapan si nenek, ngomong dong sama aku, putu itu artinya cucu, bukan kue sayang" jawab Devi masih terus tertawa memandangku.
"oow, maaf aku kan nggak tau" dengan memancarkan ekspresi malu ku.
"ya udah aku mau mandi dulu, oh ya kamar kalian ada di ujung sana mentok terus belok kiri, walau sederhana semoga kalian betah ya"
"ya, makasi Vid" jawab Devi. Kami berjalan menuju kamar yang di arahkan David. Kamar yang sederhana tapi menyenangkan, ada satu jendela yang cukup besar terbuat dari kayu dengan sela-sela untuk ventilasi yang saat di buka akan terlihat pemandangan persawahan, kebun-kebun milik warga dan tampak jelas bukit-bukit yang indah.
"Ca, David baik juga ya" kata Devi
"iya, udah baik, sopan, sederhana, perhatian, ganteng lagi" saut Deva
"ya alhamdulillah, tambah lagi satu sahabat baik kita kiriman kunfayakun dari Allah" ku jawab pertanyaan mereka dengan santai.
"took...took...toook!" suara ketukan pintu kamar kami
"Ca... kalo udah siap ayo kita makan bareng, nenek udah nyiapin makanan"
"iya, kita nyusul" ternyata David. Kami beranjak keluar kamar, dengan sabar Deva dan Devi menuntunku kearah meja makan. Sebenarnya aku mau tiduran saja, nggak tahan nahan nyeri kakiku kalo jalan. Tapi nggak enak harus menolak permintaan David dan neneknya.
"aduh-aduh kasian sekali cucuku yang satu ini, ayo nduk di makan dulu setelah itu nenek akan buatkan ramuan dan nenek pijat kakimu di jamin cespleng" kata nenek David dengan bangga yang ku balas dengan senyuman dan tawa kami.
Setelah makan aku kembali kekamar, sedangkan Deva, Devi dan David mereka pergi jalan-jalan keliling kampung. Sebenernya pengen ikut, tapi kakiku nggak bersahabat banget.
"took...took....toook!.... nduk ini nenek"
"iya nek... masuk saja"
"nenek sudah buatkan ramuannya, sini kakinya nenek urutin" dengan aroma ramuan yang cukup membuat mual.
"memang baunya nggak enak tapi kasiatnya wahh, kalah sama obat-obat jaman sekarang" ternyata nenek tau apa yang aku pikirkan.
"awwww.... sakit-sakit nek"
"ndak papa Cuma sebentar, untung cepat dibawa kesini kalo nggak kan bahaya, sekarang memang sakit tapi setelah dipijat dan diberi ramuan ini insyaallah cepet pulih " perhatianku kearah nenek yang sedang memijat kakiku, sambil menahan rasa sakit yang hebat serasa ingin pingsan.
"ya, sudah... nenek perban dan tak kasi ramuan ini, besok nenek pijat lagi insyaallah cepet pulih, jangan di buat jalan dulu ya, nanti kalo mau makan biar nenek yang antar kesini"
"iya nek, makasi nek"
"sama-sama nduk, ya sudah langsung tidur saja pasti lelah baru perjalan jauh dari kota" ku sambut dengan senyum dan anggukan kepalaku. Ku baringkan tubuhkku sembari melihat nenek keluar dan menutup pintu kamarku. Tak menunggu waktu lama, rasanya sehabis dipijat memberi efek ngantuk yang begitu hebat, jadi cepat aku terlelap tau-tau udah pagi dan saat ku lihat samping-sampingku Devi dan Deva udah nggak ada, jendela juga sudah di buka. Penasaran aku mencoba berdiri berjalan ke arah jendela dan melihat aktifitas warga di kebun yang bisa kulihat dari jendela kamar. Ternyata Deva Devi ada di sana mereka melihatku dan melambaikan tangan. Aku sambut dengan lambaian tanganku juga.
"pengen jalan kesana?" suara yang membuatkku melonjak kaget dan langsung menoleh keblakang sambil memegang dadaku yang dedekan karna kaget. ternyata David yang sedari tadi di ambang pintu memperhatikanku entah sejak kapan.
"hah kamu ngagetin aja...eem... iya si tapi-" melihat kearah kakiku yang terbalut dengan perban, dan kembali ku lihat ke arah David yang tersenyum melihatku.
(((Sambung lagi di nmr 3 yaa....)))

Puisi Mayapada Javapusakaningrat

MAYAPADA JAVAPUSAKANINGRAT
Oleh Wisnu Guntur Samudra

Mata kodak terpaku loka tak bertuan
Gemah ripah loh jinawi
Julukannya
Kudapan budaya sarat nuansa makna
Takkan lindap kendati termakan zaman

Masehi.

Dora , Sembada utusan Ajisaka
Berputih tulangsetelah mengadu senjata
Mungkin tak berpedang, namun bersenjata
Kelumit gandeng kata
Mewedar semarak panah Sang Aji

Tertoreh dalam secarik lontar.
Bertikam hikayat epik nan mencekam :

// Ha Na Ca Ra Ka
Mukti kawisesaning Sang Hyang Agung
Harap insan dalam antero purnama Ilahi
Cinta sejati terbersit dari nurani
Kobarkan hasrat sampai aki nini

// Da Ta Sa Wa La
Hidup berbalut apa adanya
Pandang visi nan jauh di mata
Tularkan untaian kasih bak kasih Tuhan
Arungi sinus implikasi
Tanpa batas

// Pa Dha Ja Ya Nya
Memahami kodrat
Hingga detak tak berdegup
Pun nafas tak terhembus

// Ma Ga Ba Tha Nga
Selaras diri bersatu dengan alam
Melucuti ego nan sekian terpendam
Lahirkan indraloka
Bersimpangan bujur dan melintang

Puisi Sajak Embun

Sajak Embun

Karya  Ahmadun Yosi Herfanda

Hanya karena cinta embun menetes
dari ujung bulu matamu, membasahi
rumput dan daun-daun, lalu meresap
ke jantungku. cacing-cacing pun berzikir
padamu, mensyukuri kodratnya tiap waktu

siapa yang menolak bersujud padamu
yang tak bersyukur karena karuniamu?
barangkali hanya orang-orang congkak itu
orang-orang yang berjalan dengan kepala
mendongak ke langit sambil melirik
dengan cibiran harimau

hanya karena cinta hujan menetes
dari sudut pelupuk matamu, membasahi rambutku
menyusup ke pori-pori tubuh, syaraf dan nadi
menghijaukan kembali taman hatiku
burung-burungpun bernyanyi karenaku
berzikir dan bersujud padamu
– ya allah, ampuni adaku padamu!

Puisi Emha Ainun Najib berjudul Ketika Engkau Bersembahyang

Ketika Engkau Bersembahyang

Karya Emha Ainun Najib

Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar

Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya

Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis

Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali

Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya

Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun

Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan

Yusrian ARP

Musibah dan kegagalan adalah cara tuhan mengingatkan manusia bahwa hanya Dialah yg maha berkuasa atas segala keinginan dan segala kehendak

Read More

Kumpulan puisi Idris Wahid

Puisi-puisi Idris Wahid Sajak Para Malaikat Puisi yang belum selesai, kini membangunkan aku dari mimpi hidup, ia menemui malaikat Rahman ...

Foto Saya
My Photo
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS